Uraian: Kerajaan Mataram Kuno (Lengkap)

Kerajaan Mataram Kuno - Mungkin banyak diantara kita yang belum tahu tentang sesuatu hal, seperti contohnya informasi mengenai "Kerajaan Mataram Kuno?" Lantas berusaha mencari tahu melalui google (internet) dan tanpa sengaja menemukan situs Uraian Lengkap ini. Dapat dikatakan bahwa Anda sudah berada di situs yang tepat, sebab kita memang akan membahas hal tersebut.

Namun tak ada salahnya sebelum membaca ulasan tentang Kerajaan Mataram Kuno ada baiknya Anda selaku pembaca, menyimak baik-baik apa yang akan kita kupas dibawah. Seperti pepatah bilang: "Berburu kepadang datar, dapat rusa belang kaki. Berguru kepalang ajar bagai bunga kembang tak jadi". Tentu Anda sudah tahu maksudnya bukan? Oke, langsung ke pembahasannya saja yuk?

Pembahasan Lengkap Kerajaan Mataram Kuno

Sejarah

sumber sejarah kerajaan mataram kuno

Kerajaan Mataram Kuno berada di daerah Yogyakarta dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu.

Daerah kerajaan Mataram Kuno berdiri terkenal sangat subur karena tanahnya dikelilingi oleh gunung berapi serta aliran sungainya yang tidak tersumbat seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo.

Posisi yang asli dari kerajaan ini sempat berpindah-pindah istana karena bencana alam. Namun, bagaimana pun juga di mata orang-orang awam, sejarah dari Mataram Kuno sering rancu dengan sejarah Mataram Islam.

Padahal kedua kerajaan tersebut terpaut ratusan tahun dengan banyak perbedaan.

Mataram Kuno disebut juga sebagai Kerajaan Medang yang dimana pusat dari pemerintahannya berada di Jawa Tengah dan kemudian berpindah ke Jawa Timur.

Agama yang dianut kedua kerajaan ini Hindu Syiwa yanng kemudian berubah menjadi Buddha Mahayana.

Untuk sistem pemerintahannya sendiri sedikit berbeda dari apa yang telah ditetapkan dalam sejarah kerajaan Majapahit sebagai pendahulunya.

Kerajaan Mataram Kuno sekaligus menjadi kerajaan agraris yang meneruskan tahta kerajaan Kalingga atau Ho-Ling.

Dalam catatan sejarah, terdapat 3 dinasti yang pernah menguasai Kerajaan Mataram Kuno diantaranya yakni Wangsa Sanjaya, Wangsa Syailendra dan Wangsa Isana.

Wangsa Sanjaya adalah pemuluk Agama Hindu yang beraliran Syiwa sedangkan Wangsa Syailendra adalah pengikut agama Budha, Wangsa Isana sendiri adalah Wangsa baru yang didirikan oleh Mpu Sindok.

Awal Mula Berdirinya Kerajaan Mataram Kuno

Nama Rajya Medang I Bhumi Mataram menjadi salah satu petunjuk bahwa dahulu pernah ada suatu kerajaan di bumi Mataram.

Mataram sendiri dipercaya sebagai daerah penting yang menjadi pusat dari kerajaan itu sendiri.

Alasan itulah yang membuat nama Kerajaan Medang lebih dikenal daripada Kerajaan Mataram, dan untuk lebih detailnya lagi mataram yang dimaksud ialah Mataram Hindu atau Mataram Kuno.

Kerajaan Mataram Kuno berdiri di atas sebuah brasasti yang bertuliskan angka 907 yang dikenal sebagai prasasti Mantyasih.

Prasasti ini menjelaskan secara gamblang bahwa penguasa pertama kerajaan Mataram Kuno atau Medang ini merupakan Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.

Gelar ratu disini bukan berarti penguasa itu seorang perempuan, melainkan istilah Ratu, Rakai, dan Bhre merupakan istilah asli dari nusantara untuk menyebut seorang penguasa.

Jadi Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya  pada saat itu memakai gelar ratu karena tidak ada perbedaan yang berarti atas tafsir ratu dan raja di jaman itu.

Ibu dari Sanjaya bernama Sannaha yang mempunyai saudara bernama Sanna yang dimana menguasai sebuah kerajaan tanpa nama.

Namun kerajaan itu gagal karena pemerintahannya yang kacau sehingga Ratu Sanjaya hadir dan membereskan kekacauan.

Di tahun 732 Masehi, Ratu Sanjaya mengeluarkan sebuah prasati yang menyebutkan secara jelas bahwa Ratu Sanjaya menjabat sebagai seorang raja. Diketahui bahwa Sanna mempunyai beberapa nama diantaranya Senna dan Bratasenawa.

Turunnya Sanna dari tahta kerajaan Galuh setelah mengabdi sejak 706 – 716 Masehi dipicu oleh sebuah pemberontakan yang tidak dapat diredam.

Dan pemberontakan itu bertujuan untuk mengkudeta Raja Sanna yang dipelopori oleh Purbasora, paman dari Sanjaya.

Setalah diberhentikan paksa oleh Purbasora, Raja Sanna masih merasa berhak untuk menduduki tahtanya kembali lalu beliau lari ke sahabatnya sanag Raja Sunda pertama yang bernama Tarusbawa.

Sebetulnya antara Kerajaan Galuh dan Kerajaan Sunda mempunyai ikatan lebih dari sahabat sebab keduanya merupakan bagian dari sejarah Kerajaan Tarumanegara yang oada akhirnya terpecah menjadi dua bagian.

Dan kemudian Sanna beserta keluarganya sangat diperhatikan dengan sangat baik oleh Kerajaan Galuh.

Setiap langkah dari keluarga Sanna diperhatikan secara seksama oleh Raja Tarusbawa sehingga ia merasa sangat simpati dengan sahabatnya tersebut.

Dan memutuskan untuk menikahkan putrinya dengan Sanjaya, anak Sannaha –adik kandung Sanna.

Setalah menikah, otomatis Sanjaya lebih leluasa untuk bermain politik di dalam kerajaan. Karena ia bermaksud untuk membalaskan dendam kepada keluarga Purbasora atas kudeta yang ia lakukan.

Lalu Sanjaya menyampaikan maksudnya itu secara langsung kepada mertuanya dengan tujuan untuk mendapatkan restu sekaligus bantuan untuk mengadakan perang merebut kerajaan keluarganya kembali.

Strategi pembalasan dendam dimulai dengan Sanjaya yang diangkat menjadi raja di kerajaan Sunda.

Sanjaya memerintah bukan dengan nama besarnya secara langsung, melainkan dengan maksud untuk berusaha menjalankan pemerintahan kerajaan di Sunda untuk menggantikan sang mertua yang telah berumur.

Seharusnya, kekuasaan kerajaan jatuh ke tangan sang istri, namun karena sang istri kurang cakap menjalankan pemerintahan, sehingga ia lebih percaya kepada suamianya untuk menjalankannya.

Sehingga pada akhirnya nanti Sanja akan menguasai tiga kerajaan sekaligus.

Karena kecakapan Sanjaya memerintah Kerajaan Sunda yang termasuk ke dalam wilayah Jawa Barat.

Sanjaya pun ikut terlibat dalam sejarah kerajaan Kalingga. Ia menggantikan sang Ratu Sima yang terkenal sangat adil dalam memerintah dan menduduki tahta kerajaan Kalingga.

Lalu di abad ke-7, Sanjaya mengakhiri kekuasannya dengan membagi kerajaan menjadi dua bagian dan diserahkan kepada putranya.

Kemudian Sanjaya pergi ke Mataram guna mewujudkan maksudnya dari awal untuk mengambil alih kekuasaan disana dan menjadi raja di Mataram Kuno.

Setelah tujuannya berhasil, ia kemudian memulai kembali segalanya dari awal, sehingga sejarah lebih mengenal Sanjaya sebagai pendiri wangsa Sanjaya yang menguasai kerajaan Mataram Kuno.

 

Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno

kehidupan politik kerajaan mataram kuno

1. Wangsa Sanjaya atau Dinasti Sanjaya

Kejayaan dari Kerajaan Mataram Kuno memang telah nampak dari awal. Semua berkat jiwa dari kepemimpinan Sanjaya yang memang sangat layak untuk disebut sebagai Raja.

Sanjaya bukan hanya menginginkan tahta semata, ia juga memahami betul kitab suci yang dianutnya karena ia merupakan seorang penganut Hindu Syiwa yang sangat taat.

Selama ia menjabat, Kerajaan Mataram Kuno memiliki komoditi pertanian berupa olahan padi sebagai pemenuh kebutuhan masyarakat luar dan dalam kerajaan.

Dan istimewanya, Sanjaya tidak pernah menunggu para Brahmana untuk menyuruh membangun pura sebagai tempat suci peribadahan orang Hindu.

Meski Sanjaya sangat mendukung perkembangan agam Hindu di Indonesia, beliau merupakan raja yang bijak.

Hal itu tercermin dari sejarah kerajaan Majapahit yang sukses menerapkan sembotan bhinneka tunggal ika yang sesuai dengan kitab Negarakertagama.

Ia pun ikun andil dalam menjembatani penduduknya untuk memeluk agama lainnya. Di jaman itu hanya ada dua agama yang memiliki pengaruh besar dalam kehidupan penduduk yakni agama Hindu dan Buddha.

2. Rakai Panangkaran

Rakai Panangkaran berhasil menaklukan raja-raja kecil yang menjabat di daerah Mataram Kuno dan juga menggantikan tahta Ratu Sanjaya di kerajaan Mataram Kuno.

Dalam pemerintahaannya, kaum agama hindu bertempat tinggal diwilayah mataram utara, sedangkan kaum agama hindu lebih nyaman menempati wilayah Jawa Tengah sebelah selatan.

Perbedaan tempat tersebut bertujuan agar kedua agama tersebut dapat hidup secara berdampingan, menjalankan ibadahnya masing-masing, serta berinteraksi dengan orang-orang yang sama.

Karena Rakai Panangkaran percaya jika iman akan semakin kuat jika sering bergaul dengan orang yang seagama.

Namun lepas dari urusan agama, penduduk dari Mataram Kuno tetap menjalin hubungan dagang dan juga pekerjaan lain dengan baik.

Rakai Panangkaran merubah agamanya sendiri menjadi Buddha Mahayana sejak saat itu juga ia mendirikan wangsa baru yang diberi nama Syailendra dan dengan hal itu pula berarti ada wangsa kedua yang menguasai kerajaan Mataram Kuno.

Rakai Panangkaran sangat dikenal karena memiliki jiwa pemberani yang sangat mencolok.

Yang unik di masa pemerintahan Rakai Panangkaran ialah para penganut agama Hindu dan Budha saling berdampingan dengan hidup yang aman dan nyaman.

Penganut Hindu mendirikan candi Dieng dan Gedong Songo yang sekarang menjadi candi peninggalan hindu. Serta Mendut,  Prambanan dan Borobudur   di bagian selatan Mataram Kuno yang kini juga menjadi candi peninggalan Budha.

Pada perkembangannya kedua wangsa tersebuet memang sempat berkelahi. Permasalahannya tak jauh dari urusan kekuasaan raja.

Namun perseteruan tersebut diatasi dengan keberanian Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya yang menganut agama Hindu untuk menikahi Pramodhawardhani sang putri dari Samarattungga yang memulai pembangunan Borobudur dari Dinasti Syailendra.

Akhirnya kedua wangsa dan agama tersebut kembali duduk di istana kerajaan dan berbaikan.

Kerajaan Mataram Kuno terus bekembang maju sampai kekuasaannya jatuh ke tangan Dyah Balitung.

Ia merupakan raja yang mampu mempersatukan Jawa di bawah tundukan satu kerajaan, bahkan kekuasannya mampu menyentuh hingga ke pulau Bali.

Letak dan Wilayah Kerajaan Mataram Kuno

raja kerajaan mataram kuno

Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan intinya yang disebut sebagai Bumi Mataram.

Daerah ini dikelilingi dengan pegunungan dan gunung seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu.

Serta dialiri oleh banyak sungai, seperti Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo hal itu yang menyebabkan Bumi Mataram terkenal subur.

Raja Kerajaan Mataram Kuno

masa kejayaan kerajaan mataram kuno

Menurut Teori Slamet Muljana daftar dari raja-raja yang pernah duduk memerintah Kerajaan Mataram Kuno adalah sebagai berikut :

  1. Sanjaya, (merupakan pendiri Kerajaan Medang)
  2. Rakai Panangkaran, (awal berkuasanya Wangsa Syailendra)
  3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
  4. Rakai Warak alias Samaragrawira
  5. Rakai Garung alias Samaratungga
  6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, (awal kebangkitan Wangsa Sanjaya)
  7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
  8. Rakai Watuhumalang
  9. Rakai Watukura Dyah Balitung
  10. Mpu Daksa
  11. Rakai Layang Dyah Tulodong
  12. Rakai Sumba Dyah Wawa
  13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur
  14. Sri Lokapala (merupaka suami dari Sri Isanatunggawijaya)
  15. Makuthawangsawardhana
  16. Dharmawangsa Teguh, (berakhirnya Kerajaan Medang)

Dari daftar diatas hanya Sanjaya yang memakai gelar ratu, sedangkan raja setelahnya raja sesudahnya memakai gelar Sri Maharaja.

Sumber Sejarah Kerajaan Mataram Kuno

Ada 2 sumber sejarah utama yang menunjukan berdirnya Kerajaan Mataram Kuno, yaitu berupa Prasasti dan Candi-candi yang masih dapat kita jumpai hingga saat ini.

Adapaun untuk prasasti peninggalan Kerajaan Mataram Kuno sebagai berikut :

  1. Prasasti Canggal, yang ditemukan di dalam halaman Candi Guning Wukir yang terletak di desa Canggal bertuliskan angka tahun 732 M. Prasasti ini menggunakan huruf pallawa sertaber bahasa Sansekerta yang isinya menceritakan tentang pendirian Lingga (lambang Syiwa) di desa Kunjarakunja oleh Raja Sanjaya dan disamping itu juga menceritakan bahwa yang menjadi raja sebelumnya adalah Sanna yang kemudian digantikan oleh Sanjaya anak Sannaha (saudara perempuan Sanna).
  2. Prasasti Kalasan, ditemukan di desa Kalasan Yogyakarta bertuliskan angka tahun 778M, dan ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) serta berbahasa Sansekerta. Isinya menceritakan tentang pendirian bangunan suci untuk dewi Tara dan biara untuk pendeta oleh Raja Pangkaran atas permintaan keluarga Syaelendra serta Panangkaran yang juga menghadiahkan desa Kalasan untuk para Sanggha (umat Budha).
  3. Prasasti Mantyasih, ditemukan di Mantyasih Kedu, Jawa Tengah berangka 907M dengan menggunakan bahasa Jawa Kuno. Isinya berupa daftar silsilah raja-raja Mataram Kuno yang mendahului Rakai Watukura Dyah Balitung yaitu Raja Sanjaya, Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, rakai Kayuwangi dan Rakai Watuhumalang.
  4. Prasasti Klurak, ditemukan di desa Prambanan berangka 782M bertuliskan huruf Pranagari dalam bahasa Sansekerta yang isinya menceritakan proses pembuatan Acra Manjusri oleh Raja Indra yang bergelar Sri Sanggramadananjaya.

Selain prasasti diatas, Kerajaan Mataram Kuno juga meninggalkan situs berupa candi yang ada hingga sekarang.

Diantaranya seperti Candi Kalasan, Candi Plaosan, Candi Prambanan, Candi Sewu, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Sambisari, Candi Sari, Candi, Kedulan, Candi Morangan, Candi Ijo, Candi Barong, Candi Sojiwan, dan tentu saja yang paling kolosal adalah Candi Borobudur.

Kehidupan pada Masa Kerajaan Mataram Kuno

peristiwa penting kerajaan mataram kuno

1. Dinasti Sanjaya

Kehidupan Politik

Berdasarkan catatan yang ada di dalam prasasti Metyasih, Rakai Watukumara Dyah Balitung (Wangsa Sanjaya ke-9) mereka memberikan hadiah berupa tanah kepada 5 orang patihnya yang memiliki jasa yang besar terhadap Mataram.

Dalam prasasti itu juga disebutkan beberapa raja yang memerintah pada masa Dinasti Sanjaya, diantaranya ialah :

  • Rakai Sri Mataram sang Ratu Sanjaya (732-760 M)

Masa wangsa Sanjaya merupakan masa pendirian candi-candi siwa di Gunung Dieng.

Sri Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya duduk di atas tahta kerajaan pada pertengahan dan kemudian diganti oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.

  • Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)

Rakai Panangkaran yang berarti raja mulia berhasil mengembangkan potensi wilayah kerajaan.

Menurut prasasti, dimasa Rakai Panangkaran dibangun sebuah candi yang bernama Candi Tara dan di dalamnya tersimpan patung Dewi Tara.

Karena berada di Desa Kalasan, candi tersebut dikenal dengan nama Candi Kalasan.

  • Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)

Rakai Pananggalan memiliki makna raja mulia yang peduli terhadap siklus waktu. Sesuai dengan namanya.

Beliau berjasa dalam sistem kalender Jawa Kuno. Dalam misi dan juga visi Rakai Panggalan selalu menjunjung tinggi arti penting ilmu pengetahuan. Dan dalam perwujudan visi dan misi tersebut diabadikan dalam Catur Guru.

Catur Guru tersebut yaitu :

  • Guru Sudarma, orang tua yang melairkan manusia.
  • Guru Swadaya, Tuhan
  • Guru Surasa, Bapak dan Ibu Guru di sekolah
  • Guru Wisesa, Pemerintah pembuat undang-undang untuk kepentingan bersama

 

  • Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)

Sri Maharaja Rakai Warak berperan besar dalam dunia militer, sebab dimasa pemerintahannya dunia militer berkembang dengan sangat pesat.

  • Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)

Garung yang bermakna raja mulia yang tahan banting dengan segala macam rintangan. Untuk kemakmuran rakyatnya, sang raja bekerja dari pagi hingga larut malam.

  • Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)

Dimasa emerintahan Rakai Pikatanlah dinasti Sanjaya mengalami masa yang gemilang. Dalam masa pemerintahan beliau, pasukan Balaputera Dewa menyerang wilayah kekuasaannya.

Namun sang Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya, bahkan pasukan Balaputera Dewa bisa dimundurkan dan melarikan diri hingga ke Palembang.

Di masa Rakai Pikatan inilah dibangunnya Candi Prambanan dan Candi Roro Jonggrang.

  • Sri Maharaja Rakai Pikatan (840 – 856 M)

Dinasti Sanjaya mengalami masa kejayaan dimasa pemerintahan Rakai Pikatan. Di masa pemerintahannya pasukan Balaputera Dewa sempat menyerang wilayah kekuasaannya.

Namun sang Rakai Pikatan tetap mempertahankan kedaulatan negerinya, bahkan pasukan Balaputera Dewa bisa dimundurkan dan melarikan diri hingga ke Palembang.

Di masa Rakai Pikatan inilah dibangunnya Candi Prambanan dan Candi Roro Jonggrang.

  • Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (856-882 M)

Di dalam Prasasti Siwagraha menceritakan bahwa Sri Maharaja Rakai Kayuwangi mempunyai gelar Sang Prabu Dyah Lokapal di masa itu.

  • Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-899 M)

Rakai Watuhumalang mempunyai prinsip dalam menjalankan pemerintahannya yakni Tri Parama Arta.

  • Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitong (898-915 M)

Pada masa Dyah Balitong juga merupakan masa kejayaan untuk Wangsa Sanjaya. Pada saat itu sang prabu aktif dalam menciptakan kegiatan olah Cipta Karya yang berfungsi untuk mengembangkan kemajuan masyarakatnya.

  • Sri Maharaja Rakai Daksottama (915 – 919 M)

Dimasa pemerintahan Dyah Balitong, Sri Maharaja Rakai Daksottama diperintahkan untuk menggantikan Dyah Balitong menjadi raja Mataram Hindu.

  • Sri Maharaja Dyah Tulodhong (919 – 921 M)

Rakai Dyah Tulodhong menggantikan Rakai Daksottama untuk memimpin masyarakat Mataram Hindu, hal tersebut tertera dalam Prasasti Poh Galuh yang bertuliskan angka tahun 809 Masehi.

Pada masa pemerintahannya, sang Dyah Tulodhong sangat memperhatikan para kaum Brahmana.

  • Sri Maharaja Dyah Wawa ( 921 – 928 M)

Sri Maharaja Dyah Wawa merupakan ahli dalam bidang berdiplomasi, sehingga beliau sangat terkenal dalam urusan kancah politik internasional.

Kehidupan Ekonomi

Di masa dinasti sanjaya  kehidupan ekonomi pada saat itu bertumpu pada sektor pertanian sebab keberadaannya yang berada di dalam pedalaman dan juga memiliki tanah yang subur.

Seiring berjalannya waktu, kerajaan ini mulai mengembangkan kehidupan dibidang pelayaran.

Hal ini bermula ketika masa pemerintahan Balitung yang memanfaatkan keberadaan sungai bengawan solo sebagai jalur lalu lintas utama perdagangan menuju pantai utara Jawa Timur.

Kehidupan Agama

Berdasarkan catatan yang tertulis di dalam prasasti Canggal dapat ditarik kesimpulan bahwa dimasa wangsa sanjaya mempunyai kepercayaan agama Hindu dengan beraliran Siwa.

2. Dinasti Syailendra

Kehidupan Politik

Berdasarkan berbagai prasasti yang ditemukan pada masa dinasti Syailendra diketahui ada beberapa raja yang memerintah pada saat itu, diantaranya :

  • Bhanu ( 752- 775 M )

Raja Bhanu adalah pendiri dinasti Syailendra yang sekaligus menjadi raja pertama.

  • Wisnu ( 775- 782 M)

Di masa pemerintahan Wisni, Candi Borobudur mulai dibangun tempatnya 778.

  • Indra ( 782 -812 M )

Di masa pemerintahan Indra, beliau membuat sebuah prasati bernama klurak yang bertuliskan angka tahun 782 M yang letaknya di daerah Prambanan.

Dinasti bergerak dalam sistem politik ekspansi pada masa pemerintahan ini. Perluasan wilayah yang dilakukan pemerintahan indra bertujuan untuk menguasai daerah di sekitar Selat Malaka.

Kemudian, yang memperkokoh pengaruh kekuasaan Syailendra kepada Sriwijaya adalah sebab Raja Indra menjalankan perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang bernama Samarottungga dengan putri dari Raja Sriwijaya.

  • Samaratungga ( 812 – 833 M )

Samaratungga mengganti kepemimpinan Raja Indra di tahun 812. Ia berperan besar dalam mengatur segala dimesi kehidupan rakyat mataram.

Sebagai Raja Mataram Budha, beliau sangat memahami nilai agama dan budaya yang dianutnya.

Dimasa beliau juga mulai dibangun candi Borobudur, namun sebelum candi Borobudur selesai dibuat Samaratungga meninggal dan kemudian diagantikan oleh putranya yang bernama Balaputra Dewa anak dari selir.

  • Pramodhawardhani ( 883 – 856 M )

Pramodhawardhani merupakan putri dari Samaratungga yang terkenal sangat cerdas dan cantik.

Beliau memiliki gelarSri Kaluhunan, yang berarti seorang sekar keratin yang menjadi tumpuan harapan untuk rakyat.

Pramodhawardhani kelak menjadi permaisuri untuk raja Rakai Pikatan dari wangsa sanjaya.

  • Balaputera Dewa ( 883 – 850 M )

Balaputera Dewa merupakan putera dari Raja Samaratungga dengan ibunya yang bernama Dewi Tara, Puteri dari raja Sriwijaya.

Menurut Prasasti Ratu Boko, tertera bahwa terjadi perebutan tahta kepemimpinan kerajaan oleh Rakai Pikatan suami Pramodhawardhani.

Belaputera Dewa merasa lebih berhak mendapatkan tahtaitu sebab beliau adalah anak laki-laki berdarah Syailendra dan tidak setuju terhadap tahta yang diberikan Rakai Pikatan yang merupakan keturunan Sanjaya.

Dalam perang saudara tersebut Balaputera Dewa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Palembang.

Kehidupan Sosial

Sebetulnya dimasa dinasti Syailendra tidak diketahui secara jelas mengenai kehidupan sosialnya.

Namun berdasarkan peninggalan berupa candi-candi para ahli sejarah menyimpulkan bahwa kehidupan sosial dimasa itu sudah sangat teratur.

Hal ini bisa diliat dalam cara pembuatan cadi dengan tenaga masyarakat yang bergotong-royong. Selain itu, hal itu juga menyimpulkan betawa patuhnya para rakyat mematuhi rajanya.

Dengan keberadaan dua agama yang berbeda, toleransi diantara masyarakat juga sangat baik.

Kehidupan Ekonomi

Kehidupan ekonomi pada masa dinasti syeilendta masyarakatnya bermata pencaharian petani, pedagang, dan pengrajin.

Pada dinasti ini juga telah ditetapkan pajak bagi seluaruh masyarakat mataram.

Hal itu terbukti dalam sebuah prasasti Karang tengah yang menceritakan bahwa Rakryan Patatpa Pu Palar membangun bangunan suci yang menjadi imbol masyarakat yang patuh membayar pajak.

Kehidupan Agama

Mayoritas raja yang pernah memerintah dimasa dinasti syeilendra menganut agama Budha Mahayana hal itu juga sekaligus membuktikan bahwa agama Buddha telah masuk di Mataram.

Dengan adanya candi yang bercorak budha juga dapat disimpulkan bahwa masaraktnya juga bergama Buddha Mahayana.

Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno

peninggalan kerajaan mataram kuno

Di masa pemerintahan Raja Balitung (898-910 M) Kerajaan Mataram Kuno berada di puncak kejayaan.

Dibawah kepemimpinan Raja Balitung, kerajaan ini berhasil menaklukan daerah-daerah yang berada di sebelah timur.

Oleh sebab itu, daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno semakin luas yang meliputi Bagelen (Jawa Tengah) sampai Malang (Jawa Timur).

Penyebab lainnya kejayaan Kerajaan Mataram Kuno adalah sebagai berikut :

  • Naik tahtanya Sanjaya yang sangat ahli dalam bidang peperangan
  • Pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di daerah Waringin Sapta (Waringin Pitu) guna untuk mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal dagang dari Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lainnya datang ke pelabuhan itu.
  • Pindahnya kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh:
    1. Adanya sungai-sungai besar, antara lain Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang memudahkan lalu lintas perdagangan.
    2. Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan penanaman padi secara besar-besaran.
    3. Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan utama waktu itu, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.

Keruntuhan Kerajaan Mataram Kuno

Runtuhnya kerajaan Mataram Kuno dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

  1. Meletusnya gunung merapi yang menyemburkan lahar dan menimbun candi-candi yang telah dibangun kerajaan, sehingga otomatis candi-candi tersebut menjadi rusak.
  2. Krisis politik di tahun 927-929 M.
  3. Perpindahan lokasi kerajaan karena pertimbagan ekonomi. Kerajaan Mataram Kuno berpindah ke daerah Jawa Tengah yang kurang subur, jarang terdapat sungai besar, dan tidak ada pelabuhan yang strategis.

Mpu Sindok memiliki jabatan sebagai Rake I Hino saat Wawa menjadi raja di Mataram, kemudian pindah ke daerah Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana serta menjadikan Walunggaluh sebagai pusat kerajaan.

Mpu Sindok yang membangun dinasti baru bernama Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di daerah Jawa Tengah.

Mpu Sendok memimpin dinasti ini sejak tahun 929 M- 948 M.

Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di daerah Jawa Timur diantaranya prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yang bernama Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

sumber sejarah kerajaan mataram

Prasasti-Prasasti Kerajaan Mataram Kuno

Sebagai salah satu kerajaan yang terbsesar di Indonesi, Kerajaan Mataram memiliki banyak sekali peninggalan benda-benda bersejarah, diantaranya :

1. Prasasti Canggal

Prasasti Gunung Wukir atau Prasasti Sanjaya atau yang biasa disebut sebagai Prasasti Canggal ini merupakan sebuah prasasti yang bertuliskan angka tahun 654 Saka atau 732 Masehi.

Yang ditemukan di area halaman candi Gunung Wukir tepatnya di desa Kadiluwih, kecamatan Salam, Magelang, Jawa Tengah.

Prasasti ini bertuliskan huruf aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini dinilai sebagai pernyataan diri dari ratu Sanjaya di tahun 732 sebagai seorang pemimpin universal di Kerajaan Mataram Kuno.

2. Prasasti Kelurak

Bertuliskan angka tahun 782 M, prasasti Kelurak ditemukan di dekat candi Lumbung tepatnya di Desa Kelurak sebelah utara Kompleks Percandian Prambanan, Jawa Tengah.

Keadaan dari prasati ini sudah susut karena termakan oleh waktu sehingga isi yang terdapat di dalamnya kurang diketahui secara pasti.

Namun ditarik dari garis besar, isi dari prasasti ini mencertiakan tentang didirikannya sebuah bangunan suci untuk arca Manjusri atas perintah Raja Indra dengan gelar Sri Sanggramadhananjaya.

Dan menurut para ahli, bangunan suci yang dimaksud ialah Candi Sewu, yang terletak di Kompleks Percandian Prambanan.

3. Prasasti Mantyasih

Prasasti Mantyasih ditemukan di kampung Mateseh, Magelang Utara, Jawa Tengah yang di dalamnya memuat silsilah raja Mataram sebalum raja Balitung.

Prasasti ini dibuat sebagai upaya untuk melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga prasasti ini menyebutkan raja sebelum Balitung berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.

Di dalam prasasti ini juga disebutkan bahwa desa Mantyasih telah ditetapkan oleh Balitung sebagai daerah bebas pajak.

Hingga saat ini, di kampung Meteseh terdapat sebuah lumpang batu yang dipercaya sebagai tempat untuk melakukan upacara penetapan sima atau desa perdikan.

Tak hanya itu, prasasti ini juga menceritakan tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing yang sekarang dikenal sebagai Gunung Sindoro dan Sumbing.

Dan kata “Mantyasih” sendiri dapat diartikan “beriman dalam cinta kasih”.

4. Prasasti Sojomerto

Ditemukan di Desa Sojomerto, Kecamatan Reban, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, prasasti ini merupakan peninggalan dari wangsa Syeilendra yang beraksara Kawi dan berbahasa Melayu Kuna.

Yang membedakan prasasti ini dengan yang lain ialah di dalamnya tidak dicantumkan angka tahun, namun berdasarkan tafsiran analisis paleografi prasasti ini dibuat di abad ke-7 atau awal abad ke-8 masehi.

Isi dari prasasti ini sendiri menceritakan tentang keluarga dari tokoh utama Dapunta Selendra, yakni ayahnya yang bernama Santanu dan ibunya bernama Bhadrawati.

Namun menurut Prof. Drs. Boechari, tokoh yang bernama Dapunta Selendra merupakan cikal-bakal raja-raja keturunan Wangsa Syailendra yang berkuasa di Kerajaan Mataram Hindu.

5. Prasasti Tri Tepusan

Prasasti ini menyebutkan bahwa di tahun 842 M Sri Kahulunnan memberikan tanahnya yang ada di Desa Tri Tepusan untuk pembuatan serta pemeliharaan tempat suci Kamulan I Bhumisambhara.

Yang kemungkinan besar merupakan nama dari candi Borobudur di jaman dahulu. Duplikat dari prasasti ini telah tersimpan di dalam museum candi Borobudur.

6. Prasasti Wanua Tengah III

Ditemukan di sebuah ladang Dukuh Kedunglo, Desa Gandulan, Kaloran yang berjarak sekitar 4 km arah timur laut Kota Temanggung di bulan November 1983.

Merupakan sebuah prasasti yang menyebutkan secara lengkap daftar dari raja yang pernah memerintah di bumi Mataram pada masa sebelum pemerintahan raja Rake Watukara Dyah Balitung.

Prasasti ini dianggap sangat penting oleh para ilmuan disebabkan karena menyebutkan secara lengkap daftar 12 nama raja Mataram yang melengkapi daftar raja.

Yang disebutkan dalam Prasasti Mantyasih atau Prasasti Tembaga Kedu) yang hanya menyebut 9 nama raja saja.

7. Prasasti Rukam

Prasasri Rukam bertuliskan angka tahun 829 Saka atau 907 Masehi yang ditemukan didesa Petarongan, kecamatan Parakan, Temanggung, Jawa Tengah pada tahun 1975.

Prasasti ini berupa 2 lempeng tembaga yang berbentuk persegi panjang. Lempeng yang pertama terdiri dari 28 baris sedangakn lempeng kedua 23 baris dengan aksara dan bahasa yang digunakan di dalam prasasti adalah Jawa Kuna.

Isi prasasti ini mengenai peresmian desa Rukam yang dilakukan oleh Nini Haji Rakryan Sanjiwana yang disebabkan karena desa Rukam telah dilanda bencana letusan gunung api.

Lalu penduduk dari Desa Rukam diberikan kewajiban untuk memelihara semua bangunan suci yang ada di daerah Limwung.

Dan para ilmuan menyebutkan bahwa kemungkinan yang dimaksud bangunan suci tersbut adalah Candi Sajiwan. Candi ini sering disebut sebagai Sojiwan yang letaknya tak jauh dari Candi Prambanan.

8. Prasasti Plumpungan

ditemukan di Dukuh Plumpungan, prasasti ini betulisakna angka tahun 750 Masehi yang diyakini sebagai asal mula kota Salatiga.

Menurut catatan sejarah, di dalam prasasti ini menyebutkan ketetapan hukum yakni suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra.

Pada masa itu, ketetapan seperti ini dianggap sangat penting khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra.

Penetapan dari Prasasti Plumpungan adalah titik tolak berdirinya daerah Hampra yang secara resmi sebagai daerah perdikan atau dikenal juga sebagai swantantra.

Tepat dimana prasasti ini berada yaitu di desa Hampra kini desa itu telah masuk ke dalam daerah administrasi Kota Salatiga.

Maka dapat disimpulkan, Desa Hampra yang dulunya diberikan status bebas pajak pada masa kerajaan mataram merupakan daerah Salatiga sekarang ini.

9. Prasasti Siwargrha

Di dalam prasasti ini bertuliskan chandrasengkala ”Wwalung gunung sang wiku” yang memiliki arti angka tahun 778 Saka (856 Masehi).

Prasasti ini konon dikeluarkan oleh Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi setalah masa pemerintahan Rakai Pikatan berakhir.

Prasasti ini menceritakan mengenai deskripsi kelompok candi yang dipersembahkan bagi dewa Siwa yang disebut Shivagrha (Sanskerta: rumah Siwa) yang dimana ciri-cirinya sangat tepat dengan kelompok candi Prambanan.

10. Prasasti Gondosuli

Ditemukan di dalam reruntuhan Candi Gondosuli, di Desa Gondosuli, Kecamatan Bulu, Temanggung, Jawa Tengah.

Prasasti ini dikeluarkan oleh pangerang yang bernama Rakai Rakarayan Patapan Pu Palar yang sekaligus merupakan adik ipar dari raja Mataram yang bernama Rakai Garung.

Prasasti ini terdiri dari dua keping yang disebut sebagai Gandasuli I (Dang pu Hwang Glis) serta Gandasuli II (Sanghyang Wintang).

Prasasti ini ditulis menggunakan aksara kawi (Jawa Kuna) dan berbahasa Melayu Kuna serta bertuliskan angka tahun 792M.

Teks yang tertulis di dalam prasasti ini terdiri dari lima baring yang menceritakan tentang filsafat serta ungkapan kemerdekaan serta kejayaan Syailendra.

11. Prasasti Kayumwungan/Karang Tengah Prasasti Kayumwungan

Prasasti Kayumwungan/Karang Tengah Prasasti Kayumwungan merupakan sebuah prasasti yang ditemukan di Dusun Karangtengah, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah pada lima buah penggalan batu, oleh karena itu prasasti ini juga dikenal sebagai prasasti Karangtengah.

Prasasti ini berbahasa sanskerta dan isi dari prasasti ini menceritakan mengenai seorang raja yang bernama Samaratungga.

Kemudian anaknya yang bernama Pramodawardhani membangun bangunan suci Jinalaya dan juga bangunan bernama Wenuwana (Sansekerta: Venuvana, yang berarti “hutan bambu”) yang digunakan untuk menempatkan abu jenazah ‘raja mega’ (sebutan untuk Dewa Indra).

Mungkin raja yang dimaksud disini adalah raja Indra atau Dharanindra dari keluarga Sailendra.

12. Prasasti Sankhara

Prasasti ini merupakan sebuah prasasti yang berasal dari abad ke-8 masehi dan ditemukan di daerah Sragen, Jawa Tengah.

Namun sayangnya, prasasti ini telah hilang dan hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Prasasti ini sempat disimpan di dalam museum pribadi, Museum Adam Malik.

Dan usut punya usut di tahun 2005 atau 2006 museum ini ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga koleksi yang ada di dalamnya dijual begitu saja.

Terlepas dari itu semua, prasasti ini menceritakan sebuah tokoh yang bernama Raja Sankhara yang telah berpindah agama disebabkan agama Siwa yang dianut merupakan agama yang ditakuti oleh banyak orang.

Kemudian sang raja berpindah agama ke Buddha karena di dalam prasasti disebutkan agama Buddha merupakan agama yang welas asih.

Dan sebelumnya juga disebutkan bahwa ayah dari Raja Sankhara wafat karena sakit selama 8 hari.

Oleh sebab itulah Sankhara takut akan ‘Sang Guru’ yang tidak benar, lau meninggalkan agama Siwa dan beralih menjadi pemeluk agama Buddha Mahayana, serta memindahkan pusat kerajaannya ke daerah timur.

Di dalam buku Sejarah Nasional Indonesia menyebutkan bahwa raja Sankhara disamakan dengan Rakai Panangkaran.

Sedangkan ayah dari Raja Sankhara yang dimana di dalam prasasti tidak disebutkan namanya, disamakan dengan raja Sanjaya.

13. Prasasti Ngadoman

Prasasti ini ditemukan di daerah Salatiga tepatnya di desa Ngadoman, dekat Salatiga, Jawa Tengah. Prasasti ini dianggap penting karena keumungkinan besar berperan dalam perantara antara aksara Kawi dengan aksara Buda.

14. Prasasti Kalasan

Prasasti Kalasan merupakan sebuah prasasti peninggalan Wangsa Sanjaya yang berasal dari Kerajaan Mataram Kuno bertuliskan angka tahun 700 Saka atau 778M.

Prasasti ini ditemukan di kecamatan Kalasan, Sleman, Yogyakarta dan di dalamnya ditulis dalam huruf Pranagari (India Utara) dan bahasa Sanskerta.

Prasasti ini menceritakan bahwa Guru Sang Raja berhasil untuk membujuk Maharaja Tejahpura Panangkarana atau Kariyana Panangkara yang merupakan mustika keluarga Sailendra (Sailendra Wamsatilaka) atas permintaan dari keluarga Syailendra.

Untuk membangun bangunan suci bagi Dewi Tara serta sebuah biara bagi para pendeta, dan juga sebagai penghadiahan desa Kalasan untuk para sanggha (umat Buddha).

Bangunan suci yang dimaksud di dalam prasasti ini adalah Candi Kalasan.

Baca juga: Kerajaan Demak

Kesimpulan

raja terkenal kerajaan mataram kuno

Kerajaan Mataram Kuno adalah kerajaan yang berdiri di tahun 732 masehi dan berdiri di desa Canggal (sebelah barat kota Magelang).

Pada saat itu pula didirikan sebuah Lingga atau lambang siwa di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja yang didirikan oleh Raja Sanjaya.

Raja-raja yang pernah memerintah dalam Kerajaan Mataram Kuno

  • Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya (732-760 M)
  • Sri Maharaja Rakai Panangkaran (760-780 M)
  • Sri Maharaja Rakai Panunggalan (780-800 M)
  • Sri Maharaja Rakai Warak (800-820 M)
  • Sri Maharaja Rakai Garung (820-840 M)
  • Sri Maharaja Rakai Pikatan (840-863 M)
  • Sri Maharaja Rakai Kayuwangi (863-882 M)
  • Sri Maharaja Rakai Watuhumalang (882-898 M)
  • Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung (898-910 M)

Beberapa aspek kehidupan yang berubah dalam perkembangan kehidupan pada masa Kerajaan Mataram Kuno

  • Aspek Kehidupan Politik
  • Aspek Kehidupan Sosial
  • Aspek Kehidupan Ekonomi
  • Aspek Kehidupan Budaya Hindu-Buddha.

Raja yang terkenal di dalam Kerjaan Mataram Kuno

1. Balitung

Beliau memerintah sejak 898-915 M yangn terkenal karena mampu memperbesar wilayah kerajaan sehingga kekuasan daerah kerjaan Mataram Kuno meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.

Dan di tahun 907 beliau menyusun prasasti Mantyasih atau juga disebut sebagai piagam Balitung yang berisi daftar raja-raja Mataram Kuno.

2. Samaratungga

Memerintah sejak tahun 812 – 833 M, Samaratungga dikenal sebagai orang yang memprakarsai pembangunan monumen candi Borobudur yang menjadi candi Buddha terbesar yang ada di dunia.

Beliau menikah dengan Dewi Tara, putri dari penguasa kerajaan Sriwijaya yang bernama Dharmasetu. Dan Samaratungga juga menciptakan aliansi politik yang erat antara Mataram Kuno dan Sriwijaya.

3. Rakai Pikatan

Rakai pikatan memerintah sejak tahun 840 – 856 M yang terkenal karena jasanya yang telah membangun candi Prambanan yang waktu itu didedikasikan untuk Dewa Siwa dan sekarang menjadi candi agam Hindu terbesar di Indonesia.

Pikatan juga merebut tahta Mataram Kuno dari saudara iparnya yang bernama Balaputra, serta memaksa Balaputra pindah ke Sriwijaya. Rakai Pikatan menikah dengan putri Pramodhawardhani, putri dari Samaratunga.

4. Mpu Sindok

Mpu sendok memimpin kerajaan sejak tahun 929 M- 948 M yang terkenal karena mampu memindahkan pusat kerajaan dari lembah Gunung Merapi di Jawa Tengah ke lembah Sungai Brantas yang ada di Jawa Timur.

 

Itulah sedikit ulasan mengenai kerajaan mataram kuno, semoga kita dapat melestarikan situs budaya peninggalan yang ada agar kelak penerus bangsa selanjutnya dapat melihatnya juga. Semoga bermanfaat.

The post Kerajaan Mataram Kuno appeared first on Tuliskan.

ARTIKEL PILIHAN PEMBACA :
Memuat...

Jika Anda sudah membaca kalimat ini, maka Anda sudah sampai dibagian akhir pembahasan tentang Uraian: Kerajaan Mataram Kuno (Lengkap). Semoga saja uraian kami diatas dapat menjawab rasa penasaran Anda dan menambah wawasan untuk kita semua. Tak lupa kami sampaikan banyak terima kasih sudah berkunjung ke situs uraian lengkap ini. Sampai jumpa di postingan selanjutnya.

Comments

Popular posts from this blog

Uraian: Billboard adalah (Lengkap)

Uraian: Cara Download Video Youtube (Lengkap)

Uraian: Discussion Text (Lengkap)